Thursday, August 23, 2012

Tour of Kayangan

Kayangan is a natural tourist attraction which is located at approximately 25 kilometers on the west side of the city of Yogyakarta, precisely in Pendoworejo, Girimulyo, Kulonprogo. The tour of Kayangan is located on Menoreh hillsides area that has become the pride of Pendoworejo village community. This tour presents a panorama of nature in the form of a meandering river’s channel which is adorned by the beauty of the typical rocks of the mountains and a towering cliffs that makes travel in Kayangan more interesting. In addition a tour of Kayangan also offers the beauty of the spreading green rice fields. There is no longer possible to found such a view in urban areas, thus providing a touch of beautiful scenery. 

Kayangan is not just offer a tour of natural beauty that can be imaged through the eyes, but it is also has a very important role in supporting the community life and has become part of Pendoworejo residents’ life. "Kayangan Dam" became a source of civic life, the dam was made by Mbah Bei Kayangan who was a follower of the courtiers of Prabu Brawijaya whom ran with his two followers, Kyai Diro and Kyai Somaitra. It was said on the story that they ran away from Majapahit to entered into what is now Pendoworejo Village, Girimulyo, Kulonprogo. Mbah Bei by local residents is also considered a forerunner to the hamlet of Kayangan. In his escape, Mbah Bei taken a rest and also “bertapa” in the confluence of the River Ngiwa and Gunturan. On his hermitage Mbah Bei Kayangan gets “wangsit” to clear land for settlements, rice fields and the fields in the area. Mbah Bei also had the initiative to build the dam manually to fulfill the needs of water supply during the dry season that brought substantial benefits to the fertility of the land around the dam. The dam also brought prosperity to many people who live around Kayangan dam, especially in agriculture. 

"Like pearl under the murky water" maybe it's the right phrase to describe the current condition of Kayangan. The beautiful panorama of natural beauty is seemed to be a forgotten pearl. Lack of support from the government to preserve this tour is to be a big dilemma. The government should be able to take advantage of this tour to become one of the attractions in Kulonprogo area which is it could be the source of life for the villagers of Pendoworejo. However, the Kayangan river and Kayangan dam will remain a pearl that will always giving a benefit to the village community of Pendoworejo.

Wisata Kayangan

Wisata Kayangan merupakan wisata alam yang terletak kurang lebih 25 kilometer di sisi barat Kota Yogyakarta, tepatnya di Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo. Wisata Kayangan berada diarea lereng perbukitan Menoreh yang telah menjadi kebanggaan masyarakat desa Pendoworejo. Wisata ini menyajikan panorama alam berupa alur sungai yang berkelok dihiasi oleh keindahan bentuk bebatuan khas pegunungan dan sebuah tebing tinggi menjulang yang menjadikan wisata Kayangan lebih memesona. Selain itu wisata Kayangan juga menawarkan keindahan pemandangan persawahan hijau yang terbentang luas. Pemandangan seperti itu tidak mungkin lagi dapat ditemui didaerah perkotaan, sehingga memberikan sentuhan panorama alam yang asri.

Wisata Kayangan tidak hanya sebuah keindahan alam yang dapat dicitrakan melalui mata, namun Kayangan juga sangat berperan dalam menunjang kehidupan masyarakat dan telah menjadi bagian hidup masyarakat desa Pendoworejo. “Bendung Kayangan” menjadi salah satu sumber kehidupan warga, bendungan ini dibuat oleh Mbah Bei Kayangan yang merupakan seorang abdi dalem atau pengikut Prabu Brawijaya yang lari bersama dua pengikutnya, Kyai Diro dan Kyai Somaitra. Konon ceritanya, mereka melarikan diri dari Majapahit sampai ke wilayah yang sekarang masuk Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulon Progo. Oleh warga setempat Mbah Bei juga dianggap sebagai cikal bakal Dusun Kayangan. Dalam pelariannya itu, Mbah Bei beristirahat sekaligus bertapa di pertemuan Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan. Dalam pertapaannya Mbah Bei Kayangan mendapat wangsit agar membuka lahan sebagai pemukiman, area persawahan dan ladang di daerah itu. Mbah Bei juga mendapat inisiatif untuk membangun bendungan secara manual khususnya untuk memenuhi kebutuhan pasokan air selama musim kemarau yang akhirnya membawa manfaat besar bagi kesuburan tanah di sekitar bendungan yang dibuatnya. Pembuatan bendungan ini juga membawa kemakmuran bagi banyak orang yang tinggal di sekitar Bendungan Kayangan, khusunya pertanian. 

“Bak mutiara di bawah air yang keruh” mungkin itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi wisata Kayangan saat ini. Panorama keindahan alamnya yang asri seakan-akan menjadi sebuah mutiara yang terlupakan. Kurangya dukungan dari pemerintah untuk melestarikan wisata ini menjadi sebuah dilema besar, Seharusnya pemerintah dapat memanfaatkan wisata ini menjadi salah satu objek wisata di daerah kulonprogo yang akan menjadi sumber kehidupan untuk warga desa Pendoworejo. Namun demikian, kali kayangan dan bendung Kayangan akan tetap menjadi mutiara yang akan selalu memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Pendoworejo.